Minggu, 08 Januari 2017

Kenapa Ibu Hamil Dianjurkan Melakukan Tes HIV ?






Penyakit HIV / AIDS meningkat setiap tahunnya semenjak pertama kali virus HIV ditemukan pada tahun 1987. Berdasarkan data Ditjen P2PL Kemenkes RI tanggal 20/11/2016 diketahui orang yang terinfeksi HIV berjumlah 219.036 orang, penderita AIDS berjumlah 82.968 orang. Sekitar 4% penderita HIV adalah bayi yang tertular dari ibunya semenjak dalam kandungan. Diperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia sebenarnya adalah sekitar 600.000 orang, karena masih banyak penderita HIV yang tidak memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan dikarenakan tidak sadar dirinya terinfeksi HIV, tabu dan takut memeriksakan diri serta kurang pengetahuan tentang HIV/AIDS.

Ibu rumah tangga sangat rentan tertular HIV dari suaminya. Jika ibu sudah tertular HIV, kemungkinan besar (> 90%) akan menularkan kepada anaknya pada saat hamil, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu pada tahun 2013 menteri kesehatan mengeluarkan Permenkes RI no 51 tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), yang mewajibkan tenaga kesehatan menawarkan kepada semua ibu hamil untuk melakukan tes HIV, skrining IMS (Infeksi Menular Seksual) dan tes sifilis pada kunjungan awal pemeriksaan kehamilan beserta tes laboratorium lainnya.  

Manfaat tes HIV pada ibu hamil adalah dapat mendeteksi ibu hamil yang terinfeksi HIV/AIDS sedini mungkin sehingga jika ibu positif tertular HIV dapat mengikuti program pencegahan infeksi dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Dengan mengikuti program pencegahan ini semenjak ibu hamil muda maka akan melahirkan anak yang bebas HIV/AIDS. Manfaat lainnya adalah jika ibu diketahui positif HIV maka suami juga harus dilakukan tes, sehingga bisa diputus mata rantai penyebaran HIV/AIDS melalui suami ke perempuan atau pasangan seks yang lain.

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak akan efektif jika dilakukan pada saat hamil muda (penularan menurun sampai 1-2%). Pencegahan dilakukan dengan pemberian obat ARV kepada semua ibu hamil yang terdeteksi terinfeksi  HIV/AIDS.  

Sebelum membahas lebih lanjut tentang tes HIV bagi ibu hamil, saya akan membahas tentang HIV/AIDS secara umum terlebih dahulu.

Apa itu HIV / AIDS ?

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan AIDS.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah penyakit lanjutan dari HIV, merupakan kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat penurunan sistem daya tahan tubuh. AIDS sering diketahui dengan munculnya berbagai penyakit infeksi Oportunistik (macam-macam penyakit), keganasan, gangguan metabolisme dan lainnya. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan.

Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?

HIV hidup di dalam darah dan cairan genital. Virus akan menyebar ketika cairan tubuh orang terinfeksi HIV masuk ke dalam tubuh orang lain. Artinya HIV dapat menular melalui :

  1. Cairan genital : cairan genital (cairan sperma, lendir vagina) memiliki jumlah virus yang tinggi dan cukup banyak untuk memungkinkan penularan. Oleh karenanya hubungan seksual yang berisiko/tidak aman dapat menularkan HIV. Semua jenis hubungan seksual misalnya kontak seksual genital, kontak  seksual oral dan anal dapat menularkan HIV.
  2. Darah : penularan melalui darah dapat terjadi melalui transfusi darah dan produknya (plasma, trombosis); perilaku menyuntik yang tidak aman pada pengguna napza suntik (penasun/IDU); pemakaian jarum suntik / alat tajam yang memungkinkan terjadinya luka secara bergantian tanpa disterilkan, misalnya jarum tato, jarum tindik,  peralatan pencet jerawat, peralatan medis, jarum akupuntur dll; transplantasi organ dan jaringan tubuh yang tercemar virus HIV.
  3. Dari ibu ke bayinya : hal ini terjadi selama dalam kandungan melalui placenta/ari-ari, melalui cairan genital saat persalinan dan menyusui (pemberian ASI).

HIV tidak bisa hidup di luar tubuh manusia untuk lebih dari beberapa menit. Dia tidak bisa hidup sendiri di udara atau di air. Artinya, Anda tidak dapat tertular atau menularkan HIV lewat :
  • Sentuhan, pelukan, atau ciuman
  • Berbagi makanan dan minuman.
  • Memakai baju, sprei, selimut, berbagi sabun mandi atau WC secara bergantian.
  • Berenang bersama
  • Gigitan nyamuk.
  • Tinggal serumah dengan Odha (orang dengan HIV/AIDS)
Bagaimana perjalanan infeksi HIV ?

Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif. Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.

Pada tahap Infeksi kronik: penderita HIV tampak sehat, tidak menunjukkan gejala apa-apa seperti orang normal lainnya. Biasanya hal ini berlangsung selama 5 – 15 tahun. Walaupun terlihat normal tapi orang terinfeksi HIV tetap bisa menularkan virus HIV. Selama fase ini, sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun karena virus HIV memperbanyak dengan cepat disertai pengrusakan sel limposit T CD4 dan sel kekebalan tubuh lainnya, sampai akhirnya sel limposit T CD4 turun di bawah 350/ml  dan penderita masuk dalam fase AIDS.

Pada tahap AIDS, semua penyakit, virus, bakteri bahkan keganasan cepat sekali masuk ke dalam tubuh. Tanda dan gejala yang tampak sangat tergantung jenis infeksi (oportunistik) yang menyertainya. Biasanya yang sering terjadi adalah penurunan berat badan yang drastis, nafsu makan berkurang, diare yang tidak kunjung sembuh, demam lebih dari 1 bulan, batuk 2-3 minggu.

Bagaimana cara melakukan tes HIV/AIDS ?

Ibu akan mendapatkan tes HIV/AIDS di berbagai pusat kesehatan baik di rumah sakit, puskesmas atau bidan praktik mandiri yang sudah bekerjasama dengan laboratorium kesehatan. Tes dianjurkan dilakukan di awal kehamilan pada saat pemeriksaan kehamilan pertama kali.

Dilakukan konseling pra tes terlebih dahulu, tujuan konseling ini adalah  menyiapkan ibu untuk tes HIV/AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan ibu tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan ibu menghadapi hari depan, mempersiapkan persetujuan dilakukan tes.

Tes HIV sendiri dapat dilakukan dengan cara tes sampel darah. Saat seseorang terinfeksi virus, maka tubuh akan memproduksi antibodi untuk melawan virus tersebut. Antibodi secara alami akan dihasilkan oleh sistem imun tubuh. Karena tes antibodi lebih mudah dideteksi daripada tes virusnya, maka dengan melakukan tes antibodi saja sudah dapat diketahui seseorang tersebut HIV positif atau tidak. Jika tidak ada antibodi yang dihasilkan, maka hasilnya adalah HIV negatif, begitu pula sebaliknya. 

Hasil tes bisa saja negatif jika ibu hamil yang di tes baru saja terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena tubuh membutuhkan waktu beberapa minggu untuk menghasilkan antibodi sejak terjadinya infeksi. Antibodi baru bisa dideteksi setelah 3 hingga 8 minggu setelah terinfeksi. Untuk ibu hamil yang memiliki faktor risiko terinfeksi HIV jika hasil pemeriksaan negatif, maka perlu dilakukan tes ulang kembali minimal 14 hari setelah tes pertama, dan  setidaknya tes ulang kembali saat menjelang persalinan (usia kehamilan 32-36 minggu).

Setelah hasil tes diketahui, dilakukan konseling post-tes yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif mau pun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu ibu hamil yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui cara menghidari penularan pada orang lain, serta untuk bisa mengatasinya dan menjalin hidup secara positif. Bagi ibu hamil yang hasilnya HIV negatif, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahui tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di masa datang.

Ibu hamil yang hasil tesnya HIV positif, maka akan dilakukan konseling berpasangan dengan suami untuk mencari tau penyebab terinfeksi, dan ditawarkan untuk melakukan tes HIV bagi suami.

Hasil tes HIV, sangat rahasia. Hanya orang yang dites yang boleh mengambil dan mengetahui hasil tes pertama kali.

Memberanikan diri untuk melakukan tes HIV tidaklah mudah, tapi demi kesehatan buah hati Anda, tes ini sangat penting untuk dilakukan.



Cegah dan hindari penyakit HIV bukan orangnya”


Semoga Bermanfaat


Khalida


Tidak ada komentar:

Posting Komentar